Tidak hanya di sektor pembangkit listrik, transisi ke energi terbarukan sedang terjadi di sektor manufaktur. Perubahan iklim yang sedang terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya telah meluas.
Industri pengolahan nikel di Maluku Utara (Foto: Rabul Sawal)
Sektor industri yang paling besar menggunakan energi adalah industri makanan dan minuman, pupuk dan kimia, dan semen yang berarti bahwa industri ini menghasilkan emisi yang sangat besar. Beberapa diantara mereka telah beralih menggunakan energi terbarukan.
Di Indonesia, batu bara adalah sumber energi fosil yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan energi lainnya, mencapai 38 persen dari total energi nasional pada 2021
Siti Shara, Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Perkumpulan AEER menyatakan peralihan ke energi terbarukan oleh industri hendaknya dilakukan secara signifikan, bukan sebatas greenwashing. Perusahaan yang belum melakukan transisi ke energi terbarukan kian memiliki resiko tinggi terhadap citra produknya.
Perkumpulan AEER mencatat transisi ini terjadi di beragam sektor. Dalam sektor makanan dan minuman, Danone-Aqua (Danone Indonesia) sebagai perusahaan minuman terbesar di Indonesia telah membangun 4 PLTS Atap di sepanjang tahun 2018-2021 dan menargetkan pemasangan panel surya di 21 pabrik Danone-AQUA di Indonesia dengan total kapasitas lebih dari 15 MWp pada 2023. Di sektor pupuk dan kimia, ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah membangun instalasi panel surya pada tahun 2019 dan dilanjutkan dengan penambahan panel pada tahun 2021. Berikutnya ada PT. Pupuk Kaltim yang memasang pembangkit tenaga surya dengan sistem rooftop on grid pada tahun 2022. Di sektor semen, ada (PT Semen Padang) dan PT Semen Tonasa yang sudah keluar dari ketergantungan terhadap batu bara. Mereka menghasilkan listrik dari pembangkit listrik tenaga surya di plant mereka.
Beberapa industri lain juga telah mengambil tindakan dan menegosiasikan percepatan transformasi energi dari fosil ke energi terbarukan. Namun jumlah ini masih kalah jauh dengan jumlah industri yang belum melangkah menuju energi bersih. Jika lima perusahaan makanan terbesar di Indonesia – yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, PT Sido Muncul Tbk, PT Akasha Wira International Tbk, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membangun PLTS dengan kapasitas yang sama dengan Danone Indonesia, ini akan mengurangi emisi lebih dari 83.000 ton CO2/tahun.
Di sektor pupuk, ada PT Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk dan kimia terbesar di Indonesia dan memiliki 9 anak perusahaan yang belum beralih ke energi ramah lingkungan. Mereka masih menggunakan energi fosil untuk sumber listriknya. Selain itu, PT. Lotte Chemical Titan Nusantara, PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), PT. Kaltim Pasifik Amoniak, PT. Lautan Luas Tbk sebagai industri terkemuka belum mengganti sumber energinya ke energi hijau.
Meski 2 anak perusahaan PT Semen Indonesia sudah melakukan transisi energi, masih terdapat anak perusahaan lainnya yang belum beralih meninggalkan energi batu bara. PT. Semen Indonesia menguasai 53,1% pasar semen nasional. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT. Semen Jawa juga sama.
Siti Shara menambahkan, menggunakan energi batu bara memiliki dampak yang sangat buruk untuk lingkungan dan mengalami kerugian secara ekonomi. Pilihan terbaik adalah menggantinya dengan energi bersih. Industri dapat mencapai efisiensi energi untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan. Kami meminta kepada industri-industri yang belum menggunakan energi terbarukan untuk mengambil langkah konkrit menghapus batubara dari sumber energi listrik mereka. Industri sudah harus meninggalkan energi kotor yang sangat nyata merusak lingkungan. Secara ekonomi, membangun pembangkit listrik baru dari energi terbarukan semakin murah daripada mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Industri juga dapat mengurangi biaya penanggulangan lingkungan akibat emisi batubara. Ini adalah bagian dari upaya membangun ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup manusia, dan menyelamatkan bumi dari krisis iklim.
Siaran Pers Merespon Perumusan The Post 2020 Global Biodiversity Framework Convention on Biological Diversity
Dikeluarkan Oleh Perkumpulan AEER, Jatam Kaltim, Kanopi Hijau Indonesia
Sebuah kawasan tambang di Kalimantan Timur (Foto: Jatam Kaltim)
Bengkulu, Jakarta, Samarainda (Senin 14 Maret 2022)
The Convention on Biological Diversity (CBD) tengah mempersiapkan The-Post 2020 Global Biodiversity Framework. Target kerangka kerja yang tengah dirancang itu diharapkan dapat tercapai pada tahun 2050 dengan milestones pada tahun 2030. Kerangka kerja ini melanjutkan Aichi Biodiversity Targets yang sudah dirancang pada dekade sebelumnya yang dinilai tidak mencapai target secara global dalam penyelamatan keragaman hayati.
Tiga oganisasi lingkungan berpendapat Indonesia dapat berkontribusi bagi inisiatif penyelamatan keragaman hayati global ini dengan penghentian perluasan wilayah produksi pertambangan dan pencabutan izin pertambangan yang masih eksplorasi dan
Aktivitas pertambangan batubara yang besar di Pulau Kalimantan merusak kondisi keanekaragaman hayati. Aktivitas pertambangan seperti pembersihan lahan, penggalian top soil¸serta pengangkatan overburden memberikan dampak buruk pada skala bentang lahan serta mengganggu proses-proses ekologis yang terjadi di sekitar kawasan. Perusakan proses ekologis berpotensi mengurangi habitat kehidupan liar serta mengurangi keanekaragaman hayati kawasan setempat.
Berdasarkan kajian Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menggunakan data keanekaragaman hayati Pulau Kalimantan serta data aktivitas pertambangan di Pulau Kalimantan, didapatkan bahwa aktivitas pertambangan di Pulau Kalimantan memberikan ancaman signifikan pada keanekaragaman hayati. Berbagai spesies yang dilindungi – baik menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) – terancam akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan di sekitar habitat kehidupan liar. Selain itu, berbagai ekosistem yang memiliki peran penting sebagai habitat kehidupan liar – seperti hutan lahan kering serta hutan mangrove – terancam mengalami degradasi akibat aktivitas tambang di sekitar ekosistem tersebut. Hal tersebut terjadi karena lokasi aktivitas pertambangan yang berdekatan dengan keberadaan spesies-spesies dilindungi dan ekosistem penting yang mendukung kehidupan liar serta manusia yang ada di sekitarnya. Beberapa spesies penting yang terdampak akibat aktivitas pertambangan di Kalimantan antara lain Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan), Sphyrna lewini (Hiu kepala martil), Helarctos malayanus (Beruang madu), serta Nasalis larvatus (Bekantan).
Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kalimatan Timur menyatakan, pertambangan merusak keanekaragaman hayati melalui degradasi serta pengurangan habitat kehidupan liar. Transisi energi dari penggunaan batubara menuju energi bersih serta ramah lingkungan akan menghentikan aktivitas pertambangan batubara, konversi lahan dan perubahan iklim global dapat diperlambat. Keanekaragaman hayati, serta manfaat yang diberikan olehnya akan menyediakan berbagai jasa ekosistem (ecosystem services) yang sangat bermanfaat bagi keberlanjutan kehidupan manusia. Akan tetapi, degradasi habitat serta kepunahan yang mengancam keanekaragaman hayati global akan terus terjadi jika produksi batubara tidak dikurangi.
Muhammad Iqbal Patiroi, Koordinator Program Iklim dan Keanekaragaman Hayati Perkumpulan AEER menyatakan laju kepunahan hayati global meningkat sebesar seribu kali lipat dibandingkan dengan catatan fosil yang tersedia dan dapat meningkat hingga sepuluh kali lipat lagi di masa mendatang salah satunya karena kegiatan penambangan batubara. Penilaian dari IPBES ( Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services) pada tahun 2021 bahwa setidaknya 75% dari luas lahan dunia telah berubah secara signifikan dan 35% dari spesies dunia mengalami ancaman kepunahan juga tercermin di dalam keadaan keragaman hayati Pulau Kalimantan.
Ali Akbar, Ketua Badan Eksekutif Kanopi Hijau Indonesia menyatakan, komunitas global seharusnya mengambil langkah untuk menghentikan ancaman kepunahan yang sudah terjadi secara global. Aichi Biodiversity Targets yang sudah disepakati tahun 2011 dan berlaku hingga tahun 2020 telah gagal mendorong masyarakat global untuk memperlambat laju penurunan keanekaragaman hayati global. Dibutuhkan kerangka kerja penyelamatan keanekaragaman hayati baru untuk meneruskan semangat konservasi yang telah diusung melalui Aichi Biodiversity Targets dengan tetap mempertimbangkan hasil serta kekurangan pada framework sebelumnya. Dengan perbaikan pada rancangan kerangka kerja penyelamatan keanekaragaman hayati yang baru, diharapkan masyarakat global serta pembuat kebijakan mampu memenuhi komitmen yang akan disepakati bersama. Penghentian perluasan wilayah produksi tambang batubara penting menjadi strategi utama.
Kontak media
Muhammad Iqbal Patiroi, Koordinator Program Iklim & Keanekaragaman Hayati Perkumpulan AEER, iqbal[at]aeer.info/
Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kalimatan Timur,